Friday, February 17, 2006

ZAID BIN TSABI
Sekretaris RasuluLlah


Zaid bin Tsabit termasuk "group sahabat junior". Ia 10 tahunlebih muda dari pada Ali ibn Abi Thalib. Zaid dilahirkan 10 tahunsebelum hijrah. Orang tuanya, yang berasal dari kabilah Banian-Najjar, adalah termasuk kelompok awal penduduk Madinah yangmenerima Islam. Di bawah bimbingan dan pendidikan orang tuanya,Zaid tumbuh menjadi seorang pemuda cilik yang cerdas danberwawasan luas. Ia mempunyai daya tangkap dan daya ingat yangmelebihi rekan-rekan seusianya saat itu.

Pada saat-saat penantian kedatangan RasuluLlah dan Abu Bakardi Madinah dari Makkah, Zaid bin Tsabit termasuk mereka yangsebentar-bentar pergi ke tepi kota melihat kalau-kalau SangJunjungan tercinta telah datang. Betapa berbunganya hati kaummuslimin Madinah melihat RasuluLlah memasuki batas kota. Merekamenyambut dengan rasa syukur, dan menawarkan rumah-rumah merekakepada RasuluLlah. Berlainan dengan yang lain, pemuka Bani Najjartidak menawarkan rumah-rumah mereka, tapi menawarkan pemudaanggota kabilah mereka: Zaid bin Tsabit kepada RasuluLlah, untukditerima sebagai asisten beliau di bidang kesekretariatanmengingat kecerdasannya yang luar biasa dalam bidang ini.

Betapa girangnya hati sang pemuda cilik ini, dapat membantudan selalu berdekatan dengan Utusan Allah yang ia cintai.RasuluLlah SAW pun gembira dan menerima tawaran pemuka BaniNajjar. RasuluLlah sangat mencintai sahabat ciliknya yang ketikaitu baru berusia 11 tahun. Zaid bin Tsabit tidak mengecewakanRasuluLlah, dalam waktu sangat singkat dia dapat menuliskan danmenghafal 17 surat Al-Qur'an. Disamping tugasnya sebagaisekretaris untuk menuliskan dan menghafal wahyu yang baruditerima RasuluLlah, Zaid pun mendapat assignment dari RasuluLlahuntuk mempelajari bahasa Ibrani dan Suryani, dua bahasa yangsering dipergunakan musuh Islam pada waktu itu. Kedua bahasa inidikuasai oleh Zaid dalam waktu sangat singkat, 32 hari!

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Zaid bin Tsabit mendapattugas sangat penting untuk membukukan Al-Qur'an. Abu Bakar RAmemanggilnya dan mengatakan, "Zaid, engkau adalah seorang penuliswahyu kepercayaan RasuluLlah, dan engkau adalah pemuda cerdasyang kami percayai sepenuhnya. Untuk itu aku minta engkau dapatmenerima amanah untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an danmembukukannya." Zaid, yang tak pernah menduga mendapat tugasseperti ini memberikan jawaban yang sangat terkenal dalam memulaitugas beratnya mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an:

"Demi Allah, mengapa engkau akan lakukan sesuatu yang tidak RasuluLlah lakukan? Sungguh ini pekerjaan berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal itu tidaklah seberat tugas yang kuhadapi kali ini."

Akhirnya dengan melalui musyawarah yang ketat, Abu Bakar RAdan Umar bin Khattab dapat meyakinkan Zaid bin Tsabit dan sahabatyang lain, bahwa langkah pembukuan ini adalah langkah yang baik.Hal-hal yang mendorong segera dibukukannya Al-Qur'an, adalahmengingat banyaknya hafidz Qur'an yang syahid. Dalam pertempuran"Harb Ridah" melawan Musailamah Al-Kazzab, sebanyak 70 sahabatyang hafal Qur'an menemui syahid.

Dengan pertimbangan-pertimbangan ini, Zaid bin Tsabitmenyetujui tugas ini dan segera membentuk team khusus. Zaidmembuat dua butir outline persyaratan pengumpulan ayat-ayat.Kemudian Khalifah Abu Bakar menambahkan satu persyaratan lagi.Ketiga persyaratan tersebut adalah:
  1. Ayat/surat tersebut harus dihafal paling sedikit 2 orang.
  2. Harus ada dalam bentuk tertulisnya (di batu, tulang, kulit dan bentuk "hardcopy" lainnya).
  3. Untuk yang tertulis, paling tidak harus ada 2 orang saksi yang melihat saat dituliskannya.
Dengan persyaratan tersebut, dimulailah pekerjaan yang beratini oleh Zaid bin Tsabit yang membawahi beberapa sahabat lain.Pengumpulan dan pembukuan dapat diselesaikan masih pada masakekhalifahan Abu Bakar.
MUSH'AB BIN 'UMAIR
Utusan Sang Utusan
Sepulang dari mengikat janji dengan RasuluLlah di lembah Aqabah, ummat Islam Yastrib segera pulang kembali ke kotanya dan mulai menyusun strategi da'wah yang akan diterapkan di Yastrib. Situasi "ipoleksus" Yastrib saat itu benar-benar memerlukan pemikiran dan kerja bersama untuk menghadapinya. Saat itu jalur ekonomi dan politik dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Sistem riba yang diterapkan Yahudi sangat mengganggu roda perekonomian, dimana kesenjangan antara kaya dan miskin teramat kentara.

Sementara itu kesatuan masyarakat Yastrib yang terdiri dari berbagai suku, selalu dalam kondisi terpecah dan saling curiga, ditambah dengan intrik-intrik Yahudi yang selalu meniupkan rasa permusuhan di antara mereka. Opini umum saat itu juga dikuasai Yahudi. Kedaan diperparah dengan kepercayaan tradisi leluhur dan animisme yang membelenggu cara berpikir masyarakat. Singkatnya, jalan da'wah di Yastrib masih terasa teramat sulit.

Hasil pengamatan lapangan ini semua memerlukan analisis dan penyusunan strategi yang briliant, dan juga sekaligus "bil hikmah" serta "istiqomah". Perlu pendekatan kompromistis tanpa harus menyelewengkan nilai-nilai al-Islam. Mereka berpikir keras dan menyusun strategi. Akhirnya diputuskan untuk menempuh jalan da'wah sirriyyah (da'wah secara diam-diam).

Dalam musyawarah pasca Aqabah itu, diputuskan juga untuk menugaskan seseorang untuk menghadap RasuluLlah, meminta kepada beliau untuk mengirimkan seorang da'i dan instruktur ke Yastrib. Da'i ini dipandang sangat perlu untuk mengajar "alif-ba-ta"nya ajaran-ajaran Al-Qur'an, sekaligus menjadi "uswah" mereka dalam cara hidup yang Islami. Menurut mereka inilah cara terbaik untuk meningkatkan akselerasi da'wah di Yastrib, tanpa harus kehilangan arah.

RasuluLlah sangat menghargai nilai strategis yang telah diputuskan oleh kaum muslimin Yastrib, beliau juga sangat memahami obsesi yang mereka miliki saat itu. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengabulkan permohonan delegasi Yastrib, serta menunjuk Mush'ab al Khair bin 'Umair RA. Tentunya bukan tanpa alasan RasuluLlah memilih pemuda pendiam yang satu ini. Beberapa sisi kehidupan yang ada pada diri Mush'ab sangat menentukan dalam mengantarkannya menduduki jabatan penting ini. Ia adalah kader RasuluLlah hasil binaan dan tempaan madrasah Arqom bin Arqom. Dengan begitu kualitas dan taat asasnya sangat terjamin.

Mush'ab adalah tipe muslim yang mengutamakan banyak kerja. Dengan sikap "sami'na wa atho'na", Mush'ab menerima tugas yang diamanahkan RasululuLlah ke atas pundaknya. Jadilah ia seorang utusan dari Sang Utusan. Dengan segera, sesampainya di Yastrib, Mush'ab menemui para naqib (pimpinan kelompok) yang ditunjuk RasuluLlah di Aqabah. Dengan mereka, Mush'ab membuat outline langkah-langkah da'wah yang akan mereka lakukan. Untuk menghindari benturan langsung dengan masyarakat Yahudi, yang saat itu sangat geram karena mengetahui bahwa Nabi Terakhir ternyata bukan dari kalangan mereka, Mush'ab menetapkan untuk mempertahankan jalan da'wah secara sirriyyah. Disamping itu, ditetapkan untuk mempertinggi intensitas da'wah kepada beberapa kabilah, terutama Aus dan Khajraj, karena kedua kabilah ini dinilai sangat potensial dan merupakan kunci dalam memudahkan jalan da'wah.

Mush'ab bin Umair terjun langsung memimpin para naqib dalam berda'wah. Beliau berda'wah tanpa membagi-bagikan roti dan nasi atau jampi-jampi. Ia meyakini Islam ini adalah dienul-haq, dan harus disampaikan dengan haq (benar) pula, bukan dengan bujukan apalagi paksaan. Mush'ab terkenal sangat lembut namun tegas dalam menyampaikan da'wahnya, termasuk ketika ia diancam dengan pedang oleh Usaid bin Khudzair dan Sa'ad bin Muadz, dua pemuka Bani Abdil Asyhal. Dengan tenang, Mush'ab berkata: "Mengapa anda tidak duduk dulu bersama kami untuk mendengarkan apa yang saya sampaikan? Bila tertarik, alhamduliLlah, bila tidak, kami pun tidak akan memaksakan apa-apa yang tidak kalian sukai." Keduanya terdiam dan menerima tawaran Mush'ab, duduk mendengarkan apa yang dikatakannya. Mereka ternyata tidak hanya sekedar tertarik, dengan seketika keduanya bersyahadat ... dan tidak itu saja mereka kembali kepada kelompok masyarakatnya dan mengajak mereka semua memeluk Islam.

Demikianlah, satu persatu kabilah-kabilah di Yastrib menerima Islam. Hampir semua anggota kedua kabilah besar: Aus dan Khajraj, mau dan mampu menerima Islam. Gaya hidup terasa mulai berubah di Yastrib. Lingkaran jamaah muslim semakin melebar, hampir di setiap perkampungan ditemui halaqah-halaqah Al-Qur'an.

Potensi ummat telah tergalang, namun demikian Mush'ab tidak lantas merasa berwenang untuk memutuskan langkah da'wah selanjutnya. Untuk itu Mush'ab mengirim utusan kepada RasuluLlah untuk meminta pendapat beliau mengenai langkah da'wah selanjutnya, apakah perlu diadakan "show of force" dengan sholat berjamaah.

Musim haji tiba! Mush'ab bersama tujuh puluh-an muslim Yastrib menuju Makkah dengan tujuan utama menemui pimpinannya: RasuluLlah SAW, untuk melaporkan hasil dan problema da'wah di Yastrib, serta mengantarkan para muslimin Yastrib untuk berbai'ah kepada RasuluLlah SAW. Mush'ab tidak berlama-lama di kampung halamannya, karena tugasnya di Yastrib telah menanti. Beliau segera kembali bersama rombongan menuju ke Yastrib untuk semakin menggiatkan aktifitas da'wah, serta mempersiapkan kondisi bila sewaktu-waktu RasuluLlah dan muslimin Makkah berhijrah ke Yastrib. Penerapan nilai-nilai Islam di Yastrib berjalan mulus, murni dan konsekuen. Kaum Yahudi tidak banyak berbicara, mereka melihat kekuatan muslimin yang semakin besar, sulit untuk dipecah. Singkatnya, saat itu, kota Yastrib dan mayoritas penduduknya telah siap secara aqidah dan siyasah (politik). Mereka dengan antusias menantikan kedatangan RasuluLlah dan muslimin Makkah.

Akhirnya, sampailah para muhajirrin dari Makkah di Madinah ...Islam berkembang semakin luas dan kuat. Pada titik ini, bukan berarti Mush'ab minta pensiun, karena beliau menyadari bahwa tugas seorang da'i tak kenal henti. Beliau tetap terlibat aktif dalam da'wah dan peperangan. Beliau mendapatkan syahid-nya di medan pertempuran Uhud. RasuluLlah sangat terharu sampai menitikkan air mata ketika melihat jenazah Mush'ab. Kain yang dipakai untuk mengkafaninya tidak cukup, bila ditarik untuk menutupi kepalanya, tersingkaplah bagian kakinya, dan bila di tarik ke bawah, tersingkaplah bagian kepalanya. RasuluLlah terkenang dengan masa muda pemuda Quraisy ini yang mempunyai puluhan pasang pakaian yang indah-indah. Saat itulah RasuluLlah membaca bagian dari surat al-Ahzab ayat 23:

"Sebagian mu'min ada yang telah menepati janji mereka kepada ALlah, sebagian mereka mati syahid, sebagian lainnya masih menunggu, dan mereka memang tidak pernah mengingkari janji."

Mush'ab bin 'Umair wafat dalam usia belum lagi 40 tahun. Ia masih muda, tidak sempat melihat hasil positif dari kerja akbar yang telah dilakukannya. Semoga ALlah Rabbul Jalil merahmati Mush'ab al-Khair bin 'Umair

Monday, February 13, 2006

MAJA'AH AS-SADUSI:
Prajurit All-Round
Ikhwan/akhwat fiLlah, saya ingin mengajak anda berta'arufdengan: Maja'ah As-Sadusi. Mungkin tidak banyak di antara kitayang mengenal atau mendengar nama pahlawan Islam yang satu ini.Kepahlawanannya diceritakan secara lengkap oleh Khalid MuhammadKhalid dalam bukunya "Enam Puluh Sahabat RasuluLlah."
Kalau kita boleh terkagum-kagum dengan kehebatan tokoh-tokohfiktif semacam Rambo dan puluhan tokoh khayali lain dariHollywood, maka selayaknya kita akan lebih berdecak kagum denganke"all-round"an tokoh nyata Maja'ah As-Sadusi ini. Selayaknyapula kita mengenalkan pahlawan-pahlawan Islam ini kepadaanak-anak kita dan juga kita sendiri. Sehingga dengan demikiankita dapat memperoleh ibroh dari para sahabat yang mendapatbinaan dan tarbiyah langsung dari RasuluLlah SAW.
Siapakah Maja'ah As-Sadusi? Ia adalah seorang prajurit biasa,tapi lebih dari itu ia adalah seorang prajurit teladan kesayangankhalifah Umar bin Khattab. Maja'ah memang mulai aktif dalamberbagai pertempuran menegakkan al-Haq pada masa akhirkekhalifahan Abu Bakr Ash-Shiddiq. Kesholehan dan keberanianserta kehandalannya, membuat Khalifah Umar bin Khattab selalumempercayainya untuk melakukan tugas-tugas berat dalam setiapekspedisi.
Maja'ah memang seorang prajurit "all-round". Dr. MuhammadKhalid menulis bahwa Maja'ah adalah seorang intel yang mampumenyusup ke dalam benteng pertahanan musuh tanpa dikenaliidentitasnya, dalam hal ini setara dengan Hudzaifah Ibnul Yaman,intel dalam perang Khandak. Disamping itu, ia juga merupakanpenunggang kuda dan pemanah yang ahli yang mampu mememanah suatusasaran dari jarak jauh dengan tepat, sambil memacu kuda dengankecepatan tinggi, dalam hal ini setara dengan sahabat RasuluLlahyang lebih senior yaitu: Al-Barra ibnul Malik.
Tidak itu saja, Maja'ah pun seorang prajurit yang ahlimemainkan pedang dan mampu melakukan duel simultan hinggamembunuh 200 tentara musuh dalam sebuah pertempuran. Dalam halini setara dengan SyaifuLlah: Khalid bin Walid. Dan keahliannyayang lain - ini yang tidak tertandingi oleh sahabat lain - adalahdalam hal menyelam. Ia adalah seorang penyelam ulung di dalamarus air yang kuat tanpa menggunakan peralatan selam. Maja'ah lahyang pertama kali membentuk "pasukan katak" dalam sejarah Islam,yaitu saat melakukan serangan ke benteng terakhir imperiumPersia: Tustar.
Wassalamu'alaikum

Sunday, February 12, 2006

SIUL UNDAN HIJAU UNTUK ABU THALHAH


"Infiruu khifafaw watsiqaala",berangkatlah kamu sekalian dalam keadaan merasa ringan ataupun berat.

Berhenti pada ayat ini, At Taubah:41, suami ummu Sulaim,Abu Thalhah RA, tersentak. Ia yang kini sudah rentadimakan usia dengan putera-putera yang sudah dewasa,seperti terbangun dari tidur pulasnya. Dia sudah berumurlanjut, namun ayat ini diyakini berlaku untuk dirinya,bahkan dirasakan ayat ini khusus ditujukanuntuk dirinya, berdialog, mengingatkan dan membangkitkangelora lama yang tetap hangat dalam dadanya. Hatinyaberdetak keras, wajahnya memerah, suaranya lantang mengge-legar, " wahai anak-anakku, tolong siapkan segala perlengkapanperangku", teriaknya.

Mendengar perintah lantang sang ayah, putera-putera abu thalhah,yang juga singa-singa Allah terkejut. Tidak terlalu tuakah bagisang ayah untuk turut ke medan perang ?Mereka bertanya-tanya dan mencoba menahan.

"Ayah, engkau telah berperang bersama Rasulullah SAW sehinggabeliau wafat. Engkaupun turut serta berjihad bersama khilafahabu bakar sampai beliau dipanggil Allah. Ayah, engkaupun tak pernah tertinggal dalam menegakkan kalimatullah bersama umar bin khattab sampai beliaupun mendahului kita menghadap Allah Rabbul Izzati. Karenanya, ayah, sekarang cukuplah kami putera-puteramu, penerusmuyang terjun ke medan bersama do'a mu".

Abu thalhah diam, tegak bak spink, wajahnya tetap memerah, namunsuaranya sudah kembali lembut, "wahai anakku siapkanlah perlengkapanperangku. Tidakkah engkau mengetahui, bahwa Allah telah memanggilkita yang muda maupun yang tua, infiruu khifafaw watsiqaala".
Dia pun berangkat tak tercegah, menuju medan tempur laut dan mendapatkemuliaan syahid di tengah lautan. Setelah satu pekan perjalanan laut, barulah ditemukan daratan untuk mengebumikan jasad asy syahid. Yang luar biasa adalah sampai saat dikebumikan, tubuhnya takberubah sedikitpun.

Abu thalhah memperoleh syahid yang diidamkannya.

Inilah sosok mu'min tang telah dirasuki roh Al Qur'an, tercelup pekatsibgha Allah. "Dirinya" telah hilang, hawa nafsu telah terkalahkan,belenggu dan jerat-jerat dunia telah tersiasati.Tinta Rabbani telah menulisi jasad bergerak abu thalhah, membentukjiwa kokoh, tegar namun tawadlu. Warna hatinya hanya satu "Allah"dan hanya "Allah", cinta akan jihad, burung undan hijau--surgatanpa hisab.

Itulah abu thalhah dan kita adalah penerusnya, insya Allah.